Menghitung OEE Ternyata Mudah

Menghitung OEE Ternyata Mudah - Goal TPM diukur berdasarkan pencapaian nilai OEE (Overall Effectiveness Equipment) atau keefektifan seluruh peralatan dan cara menghitung OEE ini ternyata mudah hanya berdasarkan nilai availability, performance dan quality yang dipengaruhi oleh 6 Kerugian Besar (Six Big Losses) meliputi kerusakan mesin, seting mesin, error sesaat, kecepatan rendah, quality defect dan rework (reduce yield).

Tetapi ketika hasil perhitungan OEE yang diperoleh tidak optimal maka telusuri penyebabnya pada 6 kerugian terselubung diluar six big losses seperti akan diulas disini.

Apa itu OEE

OEE adalah prosentase keefektifan seluruh peralatan sebagai barometer besarnya tingkat produktivitas peralatan yang dipengaruhi oleh ketersediaan alat, kinerja alat dan kualitas yang dihasilkan peralatan tersebut.

Manfaat OEE adalah sebagai gambaran kemampuan peralatan dan proses saat ini sehingga bisa dijadikan standar peningkatan selanjutnya.

Fungsi OEE adalah salah satu pemenuhan harapan konsumen sebagai indikator kesuksesan implementasi TPM di perusahaan pemasoknya.

Obyek pengukuran OEE adalah OEE pilot project TPM dan OEE dari average OEE setiap GKTPM (Group Kecil TPM). Perbedaan dari kedua jenis OEE TPM tersebut terletak dari ruang lingkup unit kerja, OEE TPM pilot project dari satu unit kerja atau satu GKTPM yang dijadikan percontohan implementasi TPM sedangkan OEE average OEE GKTPM dari pengolahan data OEE rata - rata setiap GKTPM. Kedua OEE ini akan selalu ditampilkan ketika menghadapi presentasi report implementasi TPM baik dihadapan manajemen maupun saat presentasi dengan konsumen utama.

Ok, sekarang sudah jelas apa itu OEE selanjutnya mencari nilai OEE.

oee adalah

Rumus OEE:

OEE = Availability x Performance x Quality Angka OEE akan tinggi jika ketiga variabel juga tinggi. Variabel akan tinggi jika seluruh program TPM sudah dijalankan sempurna seperti pelaksanaan setiap pilar TPM dan pondasi TPM secara efektif serta konsisten. Memang tidak langsung menghasilkan angka variabel di atas menjadi seketika tinggi tetapi secara tidak langsung akan mendongkrak percepatan pencapaian angka - angka variabel tersebut.

Staff TPM dalam salah satu tugas pokok administrasi TPM berkewajiban melakukan penghitungan nilai OEE TPM baik OEE pilot project maupun OEE average GKTPM. Setiap GKTPM berkewajiban menghitung OEE GKTPM serta dilaporkan ke staff TPM setiap bulan sehingga menjadi OEE average GKTPM.

1. Availability

Availability adalah prosentasi ketersediaan mesin produksi untuk dapat digunakan dalam proses produksi. Availability 100% menggambarkan mesin produksi dapat digunakan secara penuh dalam rentang time base proses produksi.

Dalam menghitung prosentase availability, manakah yang harus dipilih, harian, mingguan atau bulanan?

Berdasarkan beberapa uji coba menghitung OEE, penulis lebih mudah membuatnya pada interval mingguan. Alasannya waktu lebih hemat saat koleksi data, bisa sekali waktu untuk mengambil data selama seminggu, terlebih beban kesibukan kerja lainnya.

Selain itu pola mingguan akan mudah untuk bisa sinkron dengan time base produksi mingguan. Penetapan jam kerja mesin lebih dapat diketahui karena akan mengikuti jam kerja pekerja 40 jam setiap minggu.

Kesimpulannya bahwa prosentasi availability 100% sama dengan ketersediaan mesin untuk melakukan proses produksi sebesar 40 jam kerja seminggu pada pengaturan kerja normal atau non shift.

Tetapi mengingat sebagian besar industri saat ini lebih banyak menggunakan pengaturan kerja 3 shift, maka kedepannya kita sepakat untuk memakai yang 3 shift ini sebagai perhitungan availability dan OEE. Jadi Availability 100% sama dengan 3 x 40 jam kerja atau 120 jam kerja. Waktu kerja mesin produksi harus sebesar 120 jam kerja seminggu.

Waktu Kerja Mesin = 120 jam kerja

Availability = (120 jam / 120 jam) x 100
Availability = 100%
Availability = waktu kerja

Ini adalah waktu kerja mesin maksimal atau availability 100%. Permasalahan timbul ketika muncul kerusakan mesin sehingga secara langsung mengurangi waktu kerja mesin.

Contoh
Dalam seminggu ternyata telah terjadi kerusakan sebanyak 3 kali kerusakan mesin dan jumlah waktu hilang akibat kerusakan tersebut sebesar 10 jam, maka waktu kerja mesin akan berkurang sebanyak 10 jam. Sehingga hasil perhitungan availability akan berubah mengikuti berkurangnya jam kerja mesin.

Availability = (120 jam - 10 jam)/120 jam
Availability = 92%

Salah satu upaya dalam menekan angka kerusakan mesin dapat dilakukan melalui perawatan terencana peralatan pabrik untuk mencapai target zerro breakdown.

Faktor kedua yang mempengaruhi availability adalah hilangnya waktu kerja mesin akibat proses seting mesin ketika pergantian jenis material untuk diproses.

Pada industri homogen atau hanya memproses 1 jenis barang secara keseluruhan contohnya industri kimia, waktu seting mesin mungkin terjadi hanya sekali saat akan memulai proses serta ketika terjadi kerusakan mesin sehingga memerlukan seting mesin ulang.

Berbeda sekali industri heterogen, memproduksi banyak variasi barang sesuai order pelanggan. Penggantian proses produk bisa terjadi berkali - kali dalam seminggu.

Lebih rumit lagi pabrik padat karya yang menggunakan proses bor bahan pada salah satu tahapan proses produksinya, seting bor pada mesin bor bisa memakan waktu 1 jam setiap kali pergantian produk.

Contoh soal:
Mari kita hitung availability mesin abcxyz tetapi dipengaruhi oleh kerusakan mesin dan waktu seting mesin tersebut. Jika dalam seminggu ternyata waktu seting mesin total sebanyak 12 jam dan kerusakan mesin memakan waktu kerja mesin sebanyak 10 jam.

Availability = (jam kerja mesin - (kerusakan mesin + seting mesin))/jam kerja mesin
Availability = (120 - (10 + 12))/120
Availability = 82%

Jadi kita simpulkan bahwa ketersediaan waktu kerja mesin abcxyz sebesar 82% seminggu dipengaruhi 6 Kerugian Besar (Six Big Losses):
Kerusakan Mesin
Setting Mesin

2. Performance

Performance adalah prosentasi kinerja mesin dalam menghasilkan output tanpa melihat kualitas hasil produk, hanya berdasarkan jumlah hasil output sesuai standar mesin tersebut.

Perhitungan performance 100% seharusnya sudah dapat diketahui untuk setiap jenis produk saat pertama kali menentukan time base produk ketika mempersiapkan produk baru sebelum produksi massal sehingga ketika suatu mesin memproses suatu produk tertentu sudah dapat diketahui standar output mesin tersebut.

Proses produksi setiap jenis produk di lapangan sudah dibekali dokumen / data parameter - parameter proses produksinya termasuk cycle time proses mesin dan manual.

Nilai performance 100% diperoleh ketika hasil sama dengan standar yang telah ditetapkan di awal.

Namun dalam praktek dilapangan ketika proses produksi sudah berjalan secara massal, mesin produksi akan dibebani proses terus menerus dan bukan tidak mungkin selama proses produksi berlangsung timbul gangguan sehingga output tidak sesuai lagi standar cycle timenya.

Gangguan proses kerja ini bukan disebabkan kerusakan mesin atau terhalang oleh seting mesin, tetapi lebih disebabkan adanya breakdown sesaat dari fungsi kerja mesin tersebut.

Disinilah mulai terjadi penurunan nilai performance sebagai akibat output tidak sesuai standar awal.

Bentuk gangguan sesaat penyebab turunnya performance terdefinisi sebagai error sesaat dan kecepatan rendah.

Katagori error sesaat (small stop) yaitu jika gangguan tersebut durasinya kurang 10 menit. Misalnya error over current inverter mesin menyebabkan mesin berhenti beroperasi dan harus dilakukan reset terlebih dulu agar mesin dapat beroperasi.

Penyebab kedua yang mempengaruhi penurunan performance yaitu kecepatan rendah (slow running). Tolak ukur kecepatan rendah diperoleh dengan membandingkan terhadap standar kecepatan operasi mesin pada setiap produk seperti yang telah ditetapkan di awal.

Kecepatan rendah dapat disebabkan oleh faktor kerusakan fungsi mesin atau adanya kesalahan seting operator mesin. Kondisi ini harus diwaspadai pengawas agar segera mengambil tindakan koreksi sehingga kecepatan operasi mesin dapat kembali menjadi kecepatan standarnya.

Performance 100% = Jumlah output sesuai standar
Performance 100% = Bebas error sesaat dan kecepatan operasi mesin sesuai standar
Performance = waktu operasi

Contoh Perhitungan:
Diketahui dalam seminggu mesin abcxyz terjadi error sesaat 12 kali dan rata - rata setiap error 10 menit. Ternyata selama 1 shift (7 jam kerja) dalam seminggu ditemukan terjadi kecepatan rendah akibat salah seting sehingga output harusnya 100 set hanya dapat diproses 90 set. Availability mesin terhitung sebesar 82%. Berapa performance mesin tersebut ?

Jawaban:
Untuk menghitung performance, terlebih dulu harus dihitung berapa availability waktu kerja dalam seminggu sehingga diperoleh waktu operasi mesin dalam menghasilkan sejumlah output.

Akan mudah menghitung performance ketika availability 100% karena waktu operasi sama dengan waktu kerja mesin. Pada kasus mesin abcxyz, availability 82% sehingga:

Waktu operasi = 82% waktu kerja
Waktu operasi = 98.4 jam, sama dengan performance 100%
Kehilangan performance akibat error = 2 jam atau 2% dari waktu operasi.
Kehilangan performance akibat kecepatan rendah = 7 jam atau 7% dari waktu operasi.
Nilai performance akhir = 100% - (2% + 7%)
Nilai performance akhir = 91%

Note: perhitungan availability dan performance berdasarkan waktu.

Poin pentingnya bagaimana kita mengupayakan agar performance bisa tinggi hingga mencapai angka 100%.

Salah satu langkah bisa diambil dengan menerapkan manajemen awal peralatan untuk mesin baru dan mesin diremajakan (Early Equipment Management) agar semua peralatan yang beroperasi layaknya seperti perlatan baru. Small stop atau minor stopped loss dan slow running / slow speed seharusnya tidak terjadi pada peralatan yang dikondisikan seperti baru.

Pelaksanaan autonomous maintenance dijalankan secara konsisten dan efektif sehingga akan terdeteksi permasalahan mesin sebelum mesin tersebut dioperasikan.

6 Besar Kerugian yang mempengaruhi performance:
Error sesaat
Kecepatan rendah

3. Quality

Quality dalam perhitungan OEE adalah prosentasi antara jumlah produk berkualitas dibandingkan jumlah keseluruhan produk. Terdapat perbedaan landasan hitung dibandingkan pada perhitungan availability dan performance yang berlandaskan pada waktu kerja dan waktu operasi mesin produksi.

Quality 100% merupakan pencapaian sangat ideal sebagai gambaran semua produk tidak ada cacat mutu atau terget zerro defect terpenuhi. Namun mendapatkan angka 100% tidak mudah sehingga didalam internal quality assurance bukan memakai prosentase tetapi sudah memakai part per million (ppm) untuk mendekati arah zerro defect.

Nilai quality dipengaruhi oleh jumlah defect produk, semakin banyak defect semakin rendah prosentase quality. Banyak factor penyebab terjadinya defect ini sehingga perlu pencegahan supaya jumlah defect tidak semakin banyak dihasilkan.

Alat pencegahan defect produksi ampuh bisa memakai metode analisa 6M untuk mengatasi masalah produksi karena telah terbukti bisa meminimalkan atau bahkan menghilangkan defect produksi.

Pada industri heterogen atau memiliki banyak variasi jenis produk sesuai order pelanggan, ketika proses seting mesin untuk pergantian proses produksi item berikutnya, hasil setingan mesin belum tentu langsung jadi produk standar.

Tes hasil produksi ketika seting mesin memakai bahan baku produksi sehingga bahan baku produksi berkurang tetapi hasilnya tidak sesuai standar, maka bahan baku tersebut menjadi defect dan mempengaruhi nilai quality OEE. Defect proses ini disebut start up defect atau set up defect.

Quality 100% = zerro defect
Quality 100% = tidak ada defect produksi dan defect start up
Quality = waktu operasi Net

Rumus Quality:

Quality = (quantity - quantity OK)/quantity

Contoh perhitungan:
Diketahui seminggu mesin abcxyz melakukan proses produksi sebanyak 1000 set produk. Jumlah defect produksi 10 set dan defect start up sebanyak 20 set. Hitung berapa quality mesin abcxyz?

Jawaban:
Quality = (1000 - (10 + 20))/1000
Quality = 97%

Quality adalah persoalan hidup mati perusahaan dalam memenangkan persaingan bisnis.

Salah satu solusinya mencegah defect adalah program quality maintenance untuk mengatasi reject berulang yang dijalankan secara benar dan konsisten.

Tanggung jawab masalah quality tidak terletak ditangan pemilik perusahaan atau manajemen perusahaan. Tanggung jawab quality adalah tanggung jawab bersama semua orang di lingkungan perusahaan tersebut dari mulai pekerja sampai pemilik perusahaan.

Pemilik perusahaan akan mempertahankan kelangsungan perusahaan dengan selalu memenangkan persaingan bisnis. Dan semua pekerja serta jajaran menajemen berkewajiban mendukung perjuangan pemilik perusahaan dengan cara melakukan pekerjaan yang tidak menghasilkan defect dan selalu mempertahankan mutu produk.

6 Besar Kerugian mempengaruhi:
Quality defect
Rework

Overall Effectiveness Equipment

Akhirnya, sangat jelas apa itu oee berikut cara menghitung OEE. Nilai OEE diperoleh hasil perkalian dari ketiga variabel di atas yaitu availability, performance dan quality. Mari kita hitung berapa OEE mesin abcxyz:

OEE = Availability x Performance x Quality
OEE = 82% x 91% x 97%
OEE mesin abcxyz = 72%

Memperbaiki nilai OEE adalah dengan mengelola improvement pada kerusakan mesin, seting mesin, small stop, slow running, defect start up dan defect produksi. Keenam permasalahan ini dikenal dengan nama "6 Kerugian Besar" atau "Six Big Losses" di lingkungan kerja pabrik.

6 Kerugian Terselubung

6 kerugian terselubung yang biasanya terabaikan dalam perhitungan efektivitas peralatan sehingga perhitungan OEE mesin produksi hasilnya ternyata tidak mencapai efektivitas optimal 95% bahkan untuk nilai OEE yang standar saja sebesar 85% belum dapat dicapai walaupun sudah memperbaiki semua six big losses yang terjadi.

Apakah Anda sudah merasa cukup jika nilai OEE sudah mencapai standar OEE 85% padahal masih ada nilai OEE optimal 95%?

Berdasarkan JIPM Japan Institute of Plant maintenance
Nilai OEE standar : 85%
Nilai OEE optimal : 95%

Secara garis besar menghitung OEE ternyata mudah hanya mengolah data six big losses berdasarkan kategori nilai Availability, Performance dan Quality Rate. Dan sudah didapatkan nilainya kemudian dilakukan beberapa improve sehingga bisa mendapatkan nilai OEE 85% bahkan lebih atau mentok sampai nilai maksimal 85% tersebut.

Jika kondisinya mentok 85% maka tinggal 10% lagi agar hasil menjadi optimal dan ini adalah zona kerugian terselubung yang terabaikan.

Six big losses merupakan kerugian nyata sedangkan kerugian terselubung adalah pola pikir dan perilaku manusia.

Hal ini sejalan dari penerapan autonomous maintenance untuk merubah pola pikir tanggung jawab perawatan mesin hanya bagian maintenance menjadi tanggung jawab bersama operator mesinnya sendiri.

Konsep kerugian terselubung adalah
  • Pabrik penuh kerugian
  • Kerugian ditimbulkan pola pikir dan perilaku manusia
  • Kerugian tidak dapat dikurangi kecuali pola pikir dan perilaku manusia dirubah.
Sekarang kita simulasikan situasi tertentu mengarah pada kebiasaan pola pikir dan perilaku penyebab kerugian terselubung ini terabaikan dan perlunya perubahan pola pikir dan perilaku tersebut.

1. Penyebabnya belum diketahui

Perubahan pola pikir dan perilaku pertama adalah sikap pasrah tentang "penyebabnya belum diketahui".

Misalnya setelah beberapa improvement telah dilakukan untuk menjadikan kondisi normal mesin seperti baru dan sesuai spesifikasinya melalui suatu perbaikan terfokus kelompok kerja khusus.

Entah apa penyebabnya hasil kerja kelompok kerja khusus ini kurang mencapai hasil optimal sekalipun mereka adalah orang-orang terpilih dan pintar.

Ya, kemampuan manusia ada batasnya. Kemampuan orang pabrik tidak sama kemampuan perancang mesin yang faham sampai lubang semut di mesin tersebut.

Ketika menemukan jalan buntu, kelompok kerja khusus ini menyatakan "ini sudah maksimal dari kemampuan mesin" dan melaporkan kondisi ini sebagai final kerja mereka agar ini dianggap sebagai suatu kewajaran dan harus diterima semua pihak.

Padahal sebenarnya masih terdapat potensi peningkatan kemampuan kerja mesin lainnya jika saja "Pendekatan tepat terhadap kondisi lapangan dan adopsi teknologi".

Umpamanya tangtangan untuk kelompok kerja khusus ini menaikan optimasi kapasitas mesin. Jika spec mesin adalah 100 ton per jam sedangkan baru tercapai 85 ton per jam, lakukan terus upaya agar mesin tersebut menjadi 100 ton per jam dan mencari tahu penyebabnya walaupun harus berkomunikasi ke pihak luar.

2. Penyebabnya diketahui tetapi tindakan penanganannya salah

Pernahkah Anda melakukan trial and error dalam mengatasi suatu masalah? Pastinya sering...

Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya masalah utamanya belum difahami benar dan Anda hanya menganalisanya secara visual.

Menggunakan logika saja belum cukup untuk menyelesaikan suatu permasalahan bahkan oleh orang memiliki IQ tinggi sekalipun. Adalah usaha dan ketekunan sabar dalam mencermatai suatu masalah sehingga diperoleh penyebab sebenarnya.

Rubah pola pikir dan perilaku demikian agar mendapatkan hasil optimal.

3. Tindakan penanganan tidak tuntas

Ketika menyelesaikan suatu masalah dan kemudian melihat ada masalah lainnya yang sepele maka tuntaskan sekaligus bersama masalah sepele tersebut karena siapa tahu dari sepele merembet menjadi masalah besar.

Ketika menyelesaikan suatu masalah dan terkendala peralatan atau sumber daya lainnya maka jangan meninggalkan masalah utama karena bisa diselesaikan menggunakan alternatif sumber daya.

Ketika menyelesaikan masalah dan terbatasi waktu maka lanjutkan sampai tuntas karena orang lain penerus pekerjaan ini belum tentu memahami duduk persoalan sebenarnya walaupun sudah diberikan penjelasan.

4. Terlalu sibuk sehingga perbaikan hanya bersifat sementara

"Yang penting sementara mesin bisa jalan dulu"

Nah ungkapan tersebut bisa berubah menjadi sementaun dan performa mesin hanya bekerja dibawah nilai optimal seterusnya.

Rubah pola pikir demikian dan tuntaskan seluruh pekerjaan untuk mendapatkan hasil optimal.

Produksi biasanya memiliki alasan terlalu sibuk dalam urusan pengejaran target output produksi sehingga mengambil jalan singkatnya saja agar semua proses tetap berjalan.

Jika demikian, hasilnya sudah pasti rata-rata bahkan bisa dibawah rata-rata karena setiap saat masalah sama akan muncul mendadak dan mengganggu proses.

Berbeda bila tuntas dalam penyelesaian masalah, hanya korban waktu di awal saja dan selanjutnya bisa melakukan pengejaran proses produksi bahkan bisa melebihi target karena penambahan time base dari cycle time mesin bisa dioptimalkan.

5. Tidak terpikir untuk membandingkan dengan nilai optimal

Penerapan TPM maupun sistem improvement lain pada tahapan pelaksanaannya terdapat proses training dan sosialisasi program ke seluruh karyawan. Salah satu tujuannya adalah agar dipahami tentang titik poin tertinggi pencapaian.

Seperti halnya penerapan TPM barometernya adalah nilai OEE pada kisaran 85% tetapi masih ada perjuangan lain berupa pencapaian nilai optimal OEE 95%.

Nilai optimal akan dipakai sebagai nilai pembanding. Contohnya pencapaian OEE 70% maka perlu ditambahkan data menjadi 70% of 95%. Ini akan selalu mengingatkan standar optimal sebagai pembanding dan setiap orang akan selalu membandingkan terhadap nilai optimal ini.

6. Penilaian tidak cukup atau salah menilai

Kinerja perlatan menurun berbanding jumlah waktu operasinya, beberapa sparepart mengalami keausan dan life time sudah mendekati masa penggantian. Dampaknya pada penurunan produktivitas dan hasil output.

Saat autonomous maintenance maupun pelaporan kerusakan mesin sesuai SOP perbaikan mesin produksi diajukan permintaan perbaikan oleh user ke departemen maintenance tentang kerusakan serta penggantian sparepart.

Di lain hari berikutnya user menanyakan status perbaikan mesin dan jawaban dari maintenance sebagai berikut: "sparepart lokal belum ada harus membeli dari luar dan biayanya setelah dihitung-hitung sangat mahal, saat ini permintaan perbaikan masih dipelajari manager maintenance".

Disinilah harus dirubah pola pikir demikian bahwa penilaian tidak cukup hanya menganggap bahwa biaya perbaikan terlalu besar. Cari solusinya dulu serta ajukan terus sampai persetujuan top manajemen.
seputarpabrik.com
#1 Blog Bacaan Pekerja