Cara Melaporkan Kecelakaan Kerja Dan Penetapan Besarnya Manfaat JKK

Cara melaporkan kecelakaan kerja bagi pekerja penerima upah dan pekerja bukan penerima upah berikut penetapan besarnya manfaat JKK yang ditetapkan BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan surat keterangan dokter atau ditetapkan pengawas ketenagakerjaan setempat jika terjadi perbedaan perhitungan diantara pekerja, perusahaan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Sekilas tentang pekerja bukan penerima upah

Pekerja bukan penerima upah adalah pekerja yang menjalankan kegiatan kerjanya secara mandiri sehingga menerima penghasilan dari usahanya tersebut. Pekerja bukan penerima upah terdiri dari:
  • Pemberi kerja
  • Pekerja di luar hubungan kerja
  • Pekerja di luar hubungan kerja dan tidak menerima upah misalnya ojol, supir angkot, pedagang kaki lima, dokter, pengacara, artis dan seterusnya.
cara melaporkan kecelakaan kerja

Pekerja bukan penerima upah dapat menjadi peserta program BPJS Ketenagakerjaan dengan memilih program sesuai kemampuan dan kebutuhannya. Cara pendaftarannya:
  1. Mendatangi Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan
  2. Melalui suatu mitra yang telah memiliki Ikatan Kerja Sama (IKS) dengan BPJS Ketenagakerjaan
Manfaat setelah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan:
  • JKK : biaya perawatan medis, biaya rehabilitasi, biaya pengantaran, penggantian upah Sementara Tidak Mampu Bekerja, santunan cacat tetap sebagian, santunan cacat total tetap, santunan kematian, biaya pemakaman, santunan berkala jika meninggal dunia dan cacat total tetap
  • JK : biaya pemakaman dan santunan berkala
  • JHT : keseluruhan setoran iuran berikut hasil pengembangannya
Besarnya iuran bagi pekerja bukan penerima upah:
  • JKK sebesar 1% berdasarkan nominal tertentu sesuai kemampuan penghasilan
  • JK sebesar Rp.6.800,-
  • JHT sebesar 2%.
Iuran ini dibayarkan setiap bulan, 3 bulan maupun 1 tahun sekaligus serta ditanggung sepenuhnya oleh pekerja bukan penerima upah.

Persyaratan pekerja bukan penerima upah ntuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan:
  1. Memiliki NIK (Nomor Induk Kependudukan)
  2. Mengisi formulir F1 BPU (Bukan Penerima Upah) untuk pendaftaran wadah/Kelompok/Mitra Baru.

Cara melaporkan kecelakaan kerja bagi pekerja penerima upah

Laporan tahap I
Perusahaan wajib melaporkan kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan instansi setempat penyelenggara urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, disampaikan paling lama 2 x 24 jam dari kejadian menggunakan formulir Kecelakaan Kerja tahap I.

Laporan tahap II
Perusahaan wajib melaporkan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan instansi setempat penyelenggara urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, disampaikan paling lama 2 x 24 jam sejak dikeluarkan pernyataan kondisi pekerja berdasarkan surat keterangan dokter:
  • Keadaan sementara tidak mampu bekerja telah berakhir
  • Cacat total tetap untuk selamanya
  • Cacat sebagian anatomis
  • Cacat sebagian fungsi
  • Meninggal dunia.
Laporan tahap II merupakan pengajuan manfaat JKK kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan melampirkan persyaratan meliputi:
  1. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan
  2. KTP
  3. Surat keterangan dokter yang memeriksa dan merawat maupun dokter penasehat
  4. Kuitansi biaya pengangkutan
  5. Kuitansi biaya pengobatan dan perawatan bila fasilitas pelayanan kesehatan belum bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan
  6. Dokumen pendukung lainnya apabila diperlukan.
Apabila persyaratan ini telah dipenuhi, BPJS Ketenagakerjaan menghitung dan membayar manfaat JKK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila persyaratan ini belum dipenuhi, BPJS Ketenagakerjaan memberitahukan kepada perusahaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak laporan tahap II diterima.

Cara melaporkan kecelakaan kerja bagi pekerja bukan penerima upah

Pada prinspinya sama dengan cara melaporkan kecelakaan kerja bagi pekerja penerima upah tetapi agar lebih detil maka penjelasannya ditulis terpisah.

Peserta bukan penerima upah maupun keluarganya wajib melaporkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan instansi setempat penyelenggara urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

Laporan ini merupakan laporan tahap I disampaikan paling lama 2 x 24 jam sejak terjadi kecelakaan kerja atau sejak didiagnosis penyakit akibat kerja menggunakan formulir yang telah ditetapkan.

Selanjutnya peserta bukan penerima upah atau keluarganya wajib membuat laporan tahap II yaitu melaporkan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan instansi setempat penyelenggara urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

Laporan tahap II disampaikan paling lama 2 x 24 jam setelah peserta dinyatakan sembuh, cacat, meninggal dunia berdasarkan surat keterangan dokter bahwa:
  • Keadaan sementara tidak mampu bekerja telah berakhir
  • Cacat total tetap untuk selamanya
  • Cacat sebagian anatomis
  • Cacat sebagian fungsi
  • Meninggal dunia.
Laporan ini sekaligus merupakan pengajuan manfaat JKK kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan melampirkan persyaratan meliputi:
  1. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan
  2. KTP
  3. Surat keterangan dokter yang memeriksa/merawat atau dokter penasehat
  4. Kuitansi biaya pengangkutan
  5. Kuitansi biaya pengobatan dan perawatan bila fasilitas pelayanan kesehatan belum bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan
  6. Dokumen pendukung lainnya apabila diperlukan.
Apabila persyaratan ini telah dipenuhi, BPJS Ketenagakerjaan menghitung dan membayar manfaat JKK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Apabila persyaratan ini belum dipenuhi, BPJS Ketenagakerjaan memberitahukan kepada peserta bukan penerima upah atau keluarganya paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak laporan tahap II diterima

Cara melaporkan kecelakaan kerja ini baik bagi pekerja penerima upah maupun pekerja bukan penerima upah dapat dilakukan secara manual dan elektronik. Formulir bisa di download di https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/page/Formulir.html

Penetapan besarnya manfaat JKK

Besarnya manfaat JKK dihitung dan ditetapkan BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan surat keterangan dokter kecuali terjadi perbedaan perhitungan sehingga menimbulkan perbedaan pendapat diantara pekerja, perusahaan dan BPJS Ketenagakerjaan maka penetapan berapa besarnya manfaat JKK dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan setempat.

Jika ada salah satu pihak tetap tidak menerima besarnya manfaat JKK ketetapan pengawas ketenagakerjaan setempat maka pihak yang tidak menerima dapat meminta penetapan Menteri. Penetapan Menteri ini merupakan penetapan akhir maka wajib dilaksanakan oleh para pihak.

BPJS Ketenagakerjaan wajib membayar fasilitas pelayanan kesehatan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak dokumen pengajuan pembayaran dari fasilitas pelayanan kesehatan diterima secara lengkap oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Besarnya tarif pembayaran kepada fasilitas pelayanan kesehatan ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara BPJS Ketenagakerjaan dengan fasilitas pelayanan kesehatan.

Hak atas manfaat JKK ini diberikan pula bagi pekerja yang menderita penyakit akibat kerja walaupun hubungan kerjanya telah berakhir apabila penyakit akibat kerja tersebut timbul dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak hubungan kerja berakhir.

Pekerja yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berdasarkan rekomendasi dari dokter penasehat dapat memperoleh program kembali kerja agar pekerja dapat bekerja kembali seperti semula.

Selama peserta tersebut masih belum mampu bekerja, perusahaan tetap membayar upah pekerja sampai ada surat keterangan dokter menyatakan pekerja telah sembuh, cacat atau meninggal dunia.

BPJS Ketenagakerjaan membayar santunan sementara tidak mampu bekerja kepada perusahaan sebagai pengganti upah yang telah dibayarkan dengan ketentuan sebagai berikut:
  • Penggantian santunan sementara tidak mampu bekerja oleh BPJS Ketenagakerjaan lebih besar dari upah yang telah dibayarkan perusahaan maka selisihnya dibayarkan langsung kepada pekerja.
  • Penggantian santunan sementara tidak mampu bekerja oleh BPJS Ketenagakerjaan lebih kecil dari upah yang telah dibayarkan perusahaan maka selisihnya tidak dapat dimintakan kembali dari pekerja.
Saat pekerja masih dalam masa pengobatan dan perawatan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja maka perusahaan dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja.

Pekerja yang mengalami cacat akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja harus tetap dipekerjakan kembali kecuali pekerja tersebut mengalami cacat total tetap berdasarkan surat keterangan dokter dan karena kecacatannya tidak memungkinkan lagi untuk melakukan pekerjaan.
seputarpabrik.com
Semoga bermanfaat
Share WhatsApp