Cara Meningkatkan Jumlah PKB Tanpa Insentif Pemerintah

Table of Contents
Data dari Dinas Ketenagakerjaan menunjukan baru 30% perusahaan di Indonesia telah memiliki PKB (Perjanjian kerja Bersama) atau sekitar 14.423 perusahaan tidak termasuk perusahaan kecil dan mikro yang jumlahnya sekitar 230 ribu hingga jutaan berdasarkan data BPS.

Apakah pemerintah perlu memberikan insentif untuk mendorong perusahaan memiliki PKB?

Sebelum mendapatkan jawabannya mari kita lihat bahwa definisi insentif identik materi tetapi perusahaan pastinya tidak memerlukan materi dari pemerintah.

Perusahaan lebih tertarik kepada sesuatu yang dapat melancarkan bisnis mereka agar mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.

Contoh yang diinginkan perusahaan diantaranya kemudahan izin, kesederhanaan pelaporan, keringanan pajak dan keringanan biaya iuran tenaga kerja asing.

Jika pemerintah menawarkan insentif sehingga perusahaan menjadi lebih banyak yang memiliki PKB karena insentif ini maka artinya hanya faktor insentif inilah yang menjadi dasar peningkatan jumlah PKB.

Tidak ada insentif maka tidak ada PKB, hanya sebatas PP (Peraturan Perusahaan) saja. Ini bukan sesuatu yang baik bagi peningkatan jumlah PKB dari sumber insentif pemerintah.
Cara meningkatkan jumlah PKB tanpa insentif pemerintah

Bagaimana agar kepemilikan PKB makin tinggi tanpa tergantung insentif pemerintah?

Seperti diketahui bersama bahwa PKB lahir dari serikat pekerja. Semakin banyak serikat pekerja terbentuk maka semakin banyak jumlah PKB.

Sehingga dengan banyak membentuk serikat pekerja di setiap perusahaan disertai bantuan pemerintah dalam pengawasannya maka PKB meningkat. Sederhana...

Sulitkah membentuk serikat pekerja?

Pendirian serikat pekerja / serikat buruh ini adalah amanah dari UUD 1945 sebagai salah satu dasar hukum pembentukan serikat pekerja / serikat buruh.

Dan karena ini amanah UUD 1945 maka pemerintah hanya tinggal menegaskannya saja. Contohnya bagi pengusaha bila tidak memiliki PKB karena tidak ada serikat pekerja maka SIUP akan dibekukan.

Bagaimana jika tidak ada pekerja / buruh yang mau mendirikan serikat pekerja karena ketakutan terhadap masa depan pekerjaannya sendiri di perusahaan tersebut, ketakutan akan putusnya kontrak kerja?

Sudah ditegaskan dalam UU No. 21 tahun 2000 tidak boleh ada yang menghalangi pekerja untuk membentuk serikat pekerja atau menjadi anggota serikat pekerja tertentu.

Tetapi pada kenyataannya bahwa sebagian besar para pekerja belum memiliki power "investasi" sehingga mereka bekerja dilandasi kebutuhan mendapatkan upah sebagai pegangan utamanya.

Dan akan timbul kekhawatiran jika berlaku diluar umum pada aktivitas kerjanya maka akan ditandai untuk tidak dipakai oleh perusahaan.

Mungkin ini juga pesan ke pemerintah bahwa ada sisi negatif dari berlakunya sistem kontrak kerja karyawan PKWT apalagi hanya interval 3 bulan jika menimbulkan ketidaknyamanan dalam pekerjaannya.

Ini merupakan PR dan tanggung jawab pemerintah melindungi semua warga negara yang berprofesi sebagai pekerja dari rasa tidak aman tersebut.

Tetapi dengan kekompakan tim pekerja maka sebenarnya masalah tidak aman tersebut menjadi tidak berarti.

Masih ada masalah lain selain masalah tidak aman di atas, yaitu masalah sikap mental para pekerja itu sendiri seperti merasa kurang percaya diri, merasa kurang pendidikan, kurang tegas, arogansi, asal kerja akhir bulan gajian dan pemikiran aku mah apa atuh.

Jika sebagian besar para pekerja memiliki sikap mental seperti ini sampai kapanpun serikat pekerja akan sulit terbentuk.

Ini menjadi tugas semua orang untuk saling mengingatkan dan saling memberitahukan kebaikan, bukan hanya tugas HRD atau atasan saja.

Ketika rasa tidak aman dan sikap mental para pekerja sudah membaik maka inilah momen untuk membentuk serikat pekerja dan melahirkan sebuah PKB.

Dengan PKB, semua pihak diuntungkan karena sudah disepakati dengan jelas tentang hak dan kewajiban yang berlaku bagi para pekerja maupun pengusaha dengan menjungjung tinggi hukum dan keadilan.

Post a Comment